BADANKU TERANGKAT SENDIRI

Oleh : Zaldy Munir

KEANEHAN ini sudah cukup lama. Di sebuah desa di wilayah kabupaten Garut, Jawa Barat. Kampungnya dinamakan kampung Banyu Resmi, desa Bina Karya. Tempat kampung Almarhum kakek saya. Tidak terlupakan selamanya. Bagai mengandung misteri Ilahi. Seperti peristiwa supranatural. Tidak masuk akal. Tidak terpecahkan.

Siang itu, sehabis jalan-jalan sendirian menikmati keindahan pemandangan alam desa, dengan berjalan kaki dan merambah dari satu desa ke desa lain, saya kembali ke kempung halaman melalui daerah-daerah pesawahan yang luas membentang. Gunung-gunung serta bukit-bukit pun nampak menjulang dari kejauhan. Saya yang lahir dan dibesarkan di Jakarta, memang sengaja pergi ke Garut beberapa hari untuk menjenguk nenek dan sekalian menghilangkan kejenuhan.

Tiba-tiba di jalan setapak kaki desa, yang terapit oleh tambak dan parit kecil, saya duduk istirahat sambil melonjorkan sebelah kaki ke atas rerumputan tepi parit itu. Terasa lenggang dan teduh oleh pepohonan. Jarang orang berlalu-lalang. Sementara desir angin pegunungan sejuk membelai, air parit yang cukup jernih pun lancar mengalir, sehingga dapat digunakan oleh penduduk setempat untuk mandi dan mencuci melalui pencuran bambu yang kemudian terapung dalam bak mandi atau kolam.

Terasa nyaman. Sungguh mengasikan beristirahat di situ, membuat diri saya hanyut dalam buaian suasana alam desa yang damai. Saya tercenung dengan pikiran kosong. Benar-benar rileks dan santai. Suasana semakin damai dengan ditambah celotehan burung-burung yang berterbangan, dan sawah yang membentang luas, serta tiupan angin membuat daun-daun bergoyang ngebor serta menimbulkan bunyi ketika daun-daun itu saling menyapa. Sugguh sangat damai.

Setelah hampir satu jam melepas lelah di tempat itu, tiba-tiba, setengah sadar, badan saya terangkat sendiri, sehingga berdiri. Refleks. Ringan, namun rada menghentak. Lantas, seketika itu pula, seekor ular cukup panjangnya kurang lebih 2 meter, mirip ular cobra tercebur ke parit. Seakan terlempar atau terhempas. Seperti terkejut oleh gerak refleks itu, dan langsung menghindar dengan cara demikian. Heran. Bukannya menyembar, mematuk, malah mencebur. Biasaya ular akan langsung menyerang kalau kaget atau terusik ketenangannya.

Tentu saja kaget. Kemudian terperangah, bergidik, sambil tetap berdiri mematung. Namun, sekilas, sempat saya lihat ular itu bergerak cepat. Dalam sekejap, ia lenyap ke dalam air. Banyangannya terus melekat. Terekam di ingatan. Sama sekali tidak tahu ada binatang melata atau berbisa situ. Di samping saya.

Saya duga, ular itu semula bersembunyi di balik rerumputan tepi parit. Datang dari tempat lain. Atau mungkin di situ pula tempatnya. Entahlah. Yang jelas, menurut intuisi saya, ular itu tahu keberadaan saya. Makin mendekati saya. Mau langsung mengigit tangan atau menyusup dulu ke celah kaki sebelum melilit.

Namun… ular itu keburu keget, terlempar oleh gerakan tubuh saya. Seperti ada sesuatu yang menghalanginya di luar diri saya, sehingga saya terluput dari bahaya. Bisa tertolong dalam waktu cepat. Entah pengaruh apa? Atau karena apa? Saya tidak tahu pasti. Saya tidak punya “pegangan” atau jimat apa-apa. Hanya bisa menerka, menduga-duga.

Barangkali itu satu tenaga gaib dari alam metafisika. Mungkin malaikat. Atau mungkin juga ruh leluhur, yang makamnya tidak jauh dari rumah nenek. Tahu kedatangan saya di desa itu. Telah mampu menyelamatkan saya. Kalau tidak, bisa-bisa, saya dililit dan dipatuk ular itu. Telah mampu menyelamatkan saya. Kalau tidak, bisa-bisa, saya dililit dan dipatuk ular ganas itu. Namun secara keimanan, keselamatan itu bisa terjadi barkat pertolongan Allah semata.***