PROBLOMATIKA REMAJA (suatu analisis kepustakaan)

Oleh : Zaldy Munir

Pendahuluan

MASA remaja pada umumnya tidak datang secara mendadak, tetapi melalui pertumbuhan yang simultan. Tidak ada pemisah yang memagari/membatasi secara jelas. Di akhir masa kanak-kanak akhir sebenarnya terjadi masa menjelang kedatangan masa remaja, yang disebut masa pueral dalam waktu yang singkat.

Anak-anak berusia 12 atau 13 tahun sampai 19 tahun sedang berada dalam pertumbuhan yang mengalami masa remaja. Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikisnya dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode strum und drang. Sebabnya mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat.

Ada pula ahli psikolog yang menganggap masa remaja sebagai peralihan dari masa anak ke masa dewasa, yaitu saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan dewasa.

Beberapa ciri remaja yang menonjol perlu diperhatikan oleh orangtua dan para pendidik. Umumnya remaja dilanda gelisah. Di satu pihak, ia ingin mencari pengalaman. Di lain pihak, ia merasa dirinya belum mampu untuk malakukan semua hal itu. Di satu pihak, kadang kala remaja merasa pendapatnya tidak sesuai lagi dengan pendapat orangtuanya sendiri tetapi di pihak lain, remaja belum mampu melepaskan dirinya secara tuntas dari perlindungan orang tua.

Ia berkeinginan besar untuk mencoba segala sesuatu termasuk ingin mencoba tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa. Ia ingin menjelajahi lingkungan yang lebih luas lagi dari pada lingkungan keluarga. Banyak remaja putra mulai berkhayal tentang prestasi dan karier. Banyak remaja puteri mulai bersolek dengan kosmetik gaya terbaru.

Sudah sejak usia satu tahun sebaiknya anak tidur di tempat sendiri, terpisah dari orangtuanya. Anak harus sadar bahwa orang tua juga mempunyai kepribadian yang khusus. Demikian pula, remaja sebaiknya mempunyai kamar sendiri. Namun demikian, remaja sangat membutuhkan pendamping dari orangtua. Tidak perlu menunggu sampai remaja bertanya. Pakailah kesempatan-kesempatan khusus, umpamanya berita di koran untuk berdiskusi bersama remaja. Orang tua dan remaja harus sadar bahwa tidak ada seorang pun yang sempurna dalam hal kesejahteraan atau kewanitaannya, walaupun ia telah dewasa. Kesempatan diraih sambil berjalan.

Ciri-Ciri Remaja Awal

1. Perubahan fisik

Pertubuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dan masa dewasa. Untuk mengimbangi pertumbuhan yang cepat itu, remaja membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak. Dalam hal ini kadang-kadang orang tua tidak mau mengerti, dan marah-marah bila anaknya terlalu banyak makan dan terlalu banyak tidurnya. Perkembangan fisik mereka jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, otot-otot tubuh berkembang pesat, sehingga anak kelihatan bertubuh tinggi, tetapi kepalanya masih mirip dengan anak-anak.

2. Perkembangan Seksual

Seksual mengalami perkembangan yang kadang-kadang menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri, dan sebagainya. Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya: alat reproduksi spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa sadar mengelurkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan bila rahimnya bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi (datang bulan) yang pertama.

Ciri-ciri lainnya yang ada pada anak laki-laki ialah pada lehernya menonjol buah jakun yang membuat nada suaranya menjadi pecah. Sehubungan dengan hal itu, bila orangtua, kakak-kakaknya menggodanya, bisa menimbulkan masalah bagi anak itu. Kemudian di atas bibir dan sekitarnya kemaluanya mulai tumbuh bulu-bulu (rambut). Sedangkan pada anak perempuan, karena produksi hormon dalam tubuhnya, di permukaan wajahnya bertumbuhan jerawat. Bila gadis yang sedang berjerawat itu jelek, bisa juga menimbulkan masalah. Selain dari tanda-tanda itu terjadi penimbunan lemak yang membuat buah dadanya mulai tumbuh, pinggulnya mulai melebar, dan pahanya membesar. Bila hal ini terjadi lebih cepat atau lebih lambat, juga bisa menimbulkan masalah bagi anak itu.

– Permasalahan seks yang sering dialami

– Pada anak wanita

Anak wanita menemukan dirinya sendiri sebagai seorang wanita. Ia membutuhkan pendampingan dalam hal penjelasan tentang menarche (haid pertama). Selanjutnya, ia mengingatkan orang tua untuk sebaiknya mendekati dan mendampingi dia walaupun tidak mengajukan pertanyaan. Tidak memberikan pertanyaan bukan berarti tidak mempunyai persoalan. Kadangkala kecemasan dan ketakutan disimpan dan dipendam oleh wanita sendirian saja. Ia membutuhkan keterangan informatif dan pengukuhan nilai.

Di jelaskan dalam Alquran mengenai Haid:

Surat Al-Baqarah (2) ayat 222.

Yang Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah “Haid itu adalah kotoran … “

– Pada anak pria

Anak pria membutuhkan pendampingan, khususnya penjelasan informatif masalah mimpi basah. Banyak kecemasan ingin dibicarakan bersama orang yang dipercaya. Ia berharap masalah-masalah seks yang diketahuinya melalui teman, majalah, atau gambar, diberi makna yang tepat oleh orang yang dipercaya.

Dengan demikian ia dapat berkembang sebagai manusia seksual yang bertanggung jawab. Ia berharap agar pertanyaan-pertanyaannya dijawab secara benar dan baik. Remaja mungkin bertanya, apakah onani baik atau buruk? Apakah onani memberikan efek samping? Di satu pihak, orang tua harus memahami masalah remaja. Gejolak dorongan seksual pada masa remaja bergerak secara dramatis.

Oleh karena itu, ia mulai tertarik dan berminat dengan masalah kelamin genitalnya sendiri. Di lain pihak, orang tua harus tetap menjaga agar remaja tidak dikuasai oleh kelamin genital. Seksualitas bukan hanya masalah kelamin genital. Perhatian kepada kelamin genital tidak boleh merampas atau menciutkan pemahaman tenang keutuhan seksualitas. Memang, onani itu sendiri tidak membahayakan jasmani akan tetapi akibatnya yang buruk datang dari rasa dosa dan cemas atas dilakukannya karena onani itu.

Maka pendampingan dari orang tua sangat diharapkan. Apabila remaja merasa hidupnya bahagia, diterima hubungannya dengan orang lain serasi dan harmonis, cukup berhasil dalam pekerjaan, mempunyai bayak kesempatan untuk mewujudkan diri dalam bidang olahraga dan kesenian, maka remaja tidak memerlukan onani sebagai dari tenaga seksnya.

3. Cara Berpikir Kausalitas

Ciri ketiga ialah cara berpikir kausalitas, yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat. Umpamanya remaja duduk di depan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil berkata “pantang/-pamali-” (suatu alasan yang biasa diberikan orang-orang tua sumatra secara turun-menurun). Andaikan yang dilarang itu anak kecil, pasti ia akan menurut peritah orang tuanya, tetapi remaja yang dilarang itu akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh duduk di depan pintu.

Remaja sudah mulai perpikir kritis sehingga ia akan “melawan” bila orang tua, guru, lingkungan, masih menganggapnya sebagai anak kecil. Bila guru dan orang tua tidak memahami cara berpikir remaja, akibatnya timbullah kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar yang sering terjadi di kota-kota besar.

4. Emosi Yang Meluap-luap

Keadaan emosi remaja masih labil kerena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali, di lain waktu ia bisa marah sekali. Hal ini terlihat pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang tersinggung perasaan karena, umpamanya, dipelototi. Kalau dari senang-senangnya mereka mudah lupa diri karena tidak mampu menahan emosi yang meluap-luap itu, bahkan remaja mudah terjerumus ke dalam tindakan tidak bermoral, umpamanya remaja sedang asik berpacaran bisa terlanjur hamil sebelum mereka dinikahkan, bunuh diri karena putus cintanya, membunuh orang karena marah, dan sebagainya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realitas.

5. Mulai Tertarik Kepada Lawan Jenisnya

Secara biologis manusia terbagi atas dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai tertarik kepada lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti, kemudian melarangnya, akan menimbulkan masalah, dan remaja akan bersikap tertutup terhadap orangtuanya.

Secara biologis anak perempuan cepat matang daripada laki-laki. Wanita yang berusia 14 sampai dengan 18 lebih cendrung untuk tidak merasa puas dengan perhatian pemuda yang sesuai dengannya. Karen ia tertarik kepada pemuda yang usianya beberapa tahun di atasnya. Kedaan ini terus berlangsung sampai ia duduk di bangku kuliah. Pada masa itu akan terlihat pasangan muda-mudi yang pemudanya lebih tua daripada gadisnya.

6. Menarik Perhatian Lingkungan

Pada masa ini remaja mulai perhatian dari lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peranan seperti kegiatan remaja di kampung-kampung yang diberi peranan. Umpamanya mengumpulkan dana atau sumbangan kampung, pasti ia akan melaksanakannya dengan baik. bila tidak diberi peranan, ia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian masyarakat, bila perlu melakukan perkelahian atau kenakalan lainnya. Remaja akan berusaha mencari peranan di luar rumah bila orangtua tidak memberi peranan kepadanya karena menganggap sebagai anak kecil.

7. Terikat Dengan Kelompok

Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik kepada kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan sedangkan kelompoknya dinomorsatukan.

Kelompok atau gang sebenarnya tidak membahayakan asal saja kita bisa mengarahkannya. Sebab dalam kelompok itu kaum remaja dapat memenuhi kebutuhannya, umpamanya kebutuhan dimengerti, kebutuhan dianggap, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan mencari pengalaman baru, kebutuhan berprestasi, kebutuhan diterima statusnya, kebutuhan harga diri, rasa aman, yang belum tentu dapat diperoleh di rumah maupun di sekolah.

8. Penyesuian Diri

Untuk melancarkan hidup bersama harus sanggup menyesuaikan diri terhadap sekililingnya, remaja awal sebagaimana warga masyarakat pada umumnya harus mengadakan penyesuaian diri. Dalam penyesuaian diri dipengaruhi oleh sifat/pribadi yang dimiliki. Berbicara tentang pribadi atau kepribadian setiap individu secara herediter telah memiliki potensi yang khas namun sepanjang kehidupan terus mengalami perkembangan.

Berdasarkan self concept atau citra diri akan menentukan sikap hidupnya. Andi Mapplere (1982:68) menyebutkan remaja awal sering memiliki citra diri yang lebih tinggi atau rendah dari yang semestinya. Remaja putri sering menilai lebih tinggi atau over estimate dan remaja pria menilai diri lebih rendah under estimate. Masa ini anak telah mengerti baik buruk, benar salah, yang diperoleh dari agama dan lingkungan sosialnya.

Mereka menganggap yang benar, yang bermoral karena adanya kesesuaian antara ideal dengan prakteknya. Maka bila melihat kenyataan sehari-hari kejadian yang tak adil, kecurangan dan sejenisnya menyebabkan konflik dalam dirinya dan menyalahkan orang-orang yang bertanggung jawab. Karaktristik penyesuaian diri sangat sangat ditentukan oleh proses terjadinya penyesuaian diri.

Selama proses terjadi, kadangkala menghadapi ringtangan-rintangan, baik dari dalam diri sendiri atau dari luar dirinya. Meskipun ada rintangan, ada individu yang dapat melaksanakan penyesuaian yang salah atau salah jalan. Remaja awal dalam keadaan yang kurang stabil ada kemungkinan cenderung untuk melakukan penyesuaian diri yang salah kecuali remaja yang benar-benar mempunyai potensi kepribadian yang kuat dan memperoleh bimbingan dan pelatihan cenderung ke arah positif.

Pembahasan

Kaum Remaja dan Sikap Memberontak

Orang tua dan masyarakat selalu prihatin terhadap kaum remaja. Mungkin ini merupakan pencerminan dari kecemasan orang tua dan rasa cemburunya terhadap anak-anaknya pada usia ini sebagai pelampiasan masa mudanya yang hilang. Adalah wajar jika anak-anak muda ini secara konstan menentang orang yang lebih tua, dan mereka merasa senang kalau mereka itu menjadi cemas. Masalah disiplin baik dalam rumah maupun suatu kelompok adalah hal-hal yang umum terjadi sepanjang sejarah.

Berdasarkan pengalaman para psikonalis, kita dapat mengetahui dan belajar bahwa sikap memberontak kaum remaja bukan saja disebabkan karena mereka tak sabar untuk membebaskan diri dari pengawasan orang tuanya dalam persoalan hak dan kewajiban walupun perasaan yang seperti ini memang dirasakan oleh sebagian kaum remaja.

Sikap memberontak dan bersaing pada kaum remaja beraneka ragam bentuknya dan tergantung pada masyarakat disekelilingnya, kepribadiannya sendiri, hubungan mereka dengan orang tuanya. Jika kita mempelajari kejahatan yang berat, kita akan tahu bahwa elemen terbesar dari sikap memberontak dan persaingan ini selalu ada, dan juga didasari oleh kurangnya kasih sayang yang dibutuhkan pada masa kanak-kanaknya.

Sebelum kita mendiskusikannya bagaimana pun juga istilah “kejahatan” ini sangat luas sekali artinya. Istilah ini berarti lain sesuai dengan daerah atau tingkatnya. Hal ini mencakup segala sesuatu dimana remaja dinyatakan bersalah dalam pengadilan anak. Hal ini mungkin juga mencakup pengertian memarkir mobil ditempat yang salah, melarikan diri dari rumah, mencuri, ataupun melukai orang lain. Contoh terakhir adalah sebuah tindakan kriminal yang biasanya dilakukan oleh pribadi yang agresif tak berprinsif.

Kejahatan yang lebih serius pada anak-anak lelaki misalnya penodongan, pencurian, pemerkosaan dan brutalitas, yang berdasarkan penyelidikan menyatakan bahwa mereka kekurangan kasih orang tua pada masa kecilnya, disertai perlakuan kejam baik tingkat rendah ataupun tinggi.

Pada kaum remaja sang ayah (jika sang ayah masih ada) dan ibu kurang mengontrolnya keagresifan anak-anaknya dan oleh karenanya pada umumnya anak-anak ini mencari perhatian di luar rumah. kejahatan-kejahatan yang serius lebih sering timbul dari keluarga-keluarga yang tak terorganisir dan kurang mampu, tapi juga bayak yang ditimbulkan oleh anak-anak dari keluarga yang cukup terpandang.

Kejahatan para gadis biasanya kurang menonjol. Salah satu yang paling sering terjadi ialah minggat. Dengan melakukan hal yang demikian seorang anak gadis akan memberikan tetegangan pada orang tuanya. Dia juga membuat para tetangga pada bertanya-tanya apakah si gadis mungkin diperlakukan dengan kejam oleh orang tuanya.

Mungkin dia dipengaruhi oleh fantasi kanak-kanaknya untuk mencari pengganti orang tunya dan mungkin juga untuk lari bersama kekasihnya. Masalah ini yang cukup serius dari pelanggaran yang dilakukan oleh gadis-gadis ialah pelanggaran seksual tanpa menyadari bahwa tindakannya itu salah. Menurut penyelidikan para psikiater hal ini bagian karena latar belakang sikap orang tuanya, sedangkan aktor utamanya biasanya ialah karena dia merasa tidak mampu bersaing dengan ibunya atau ayahnya kurang memperhatikan dirinya.

Bahkan dalam masalah kehamilan diluar pernikahan yang terjadi pada hampir seluruh lapisan masyarakat, jelaslah bahawa hal yang demikian bukan saja karena pengaruh nafsu atau tindakan membabi buta, tapi secara tak sadar dia menunjukan bahwa tindakannya ini merupakan sikap memberontak terhadap orangtuanya.

Inti masalah yang dihadapi oleh kaum remaja yang lebih dewasa dan yang lebih muda, seperti yang dijelaskan oleh Erik Erikson dalam buku-bukunya Yauong Man Luther end Identity: Youth end Crisis, adalah untuk mencari identitas diri. Untuk menjadi seorang manusia dewasa yang efektif, bagaimanapun juga mereka haruslah melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua, bukan saja untuk meninggalkan rumah tapi juga untuk mengembangkan ide-ide dan menolong diri mereka sendiri sehingga mereka dapat membantu memecahkan problema yang dihadapi masyarakat dimana mereka akan menggabungkan diri sampai akhir hayatnya.

Perasaan bersaing dengan orang tua dari jenis kelamin yang sama, yang dimulai ketika mereka kanak-kanak dan meningkat ketika remaja, adalah sumber utama dari sikap memberontak dari generasi muda terhadap orang tua mereka dan keyakinan yang dianut oleh orang tuanya. Perasaan tak sabar dan gemar mencela akan lebih dulu tampak; hal-hal inilah yang mereka jadikan senjata untuk memisahklan diri dari orang-orang ataupun otoritasnya.

Kenyataan bahwa kaum muda menghadapi pembiasaan emosional dan revolusi idenya tapi tidak atau belum dapat membuktikan bahwa idenya itu benar atau salah. Banyak kemajuan peradaban-teknis, ilmiah, artistik ataupun spiritual-telah meyebabkan timbulnya perasaan tak sabar pada generasi muda dalam menghadapi konsep-konsep yang lebih tua.

Erikson menunjukkan bahwa sebagain kecil dari kaum muda atau remaja ini terlalu menitik beratkan pada pencarian identitas dirinya, hal yang demikian disebutnya sebagai identitas yang negatif. Mereka memiliki hasrat untuk menunjukan bahwa dirinya jauh berbeda dari orangtua mereka.

Demikian pula kecenderungan para anak muda dalam mencari keseimbangan akan kebutuhan untuk memisahkan diri dari orang tua terlihat dalam keseragman penampilan, cita rasa dan keyakinan. Ini bukannya berarti bahwa tidak adanya perbedaan dari satu keluarga dengan keluarga lainnya. Tapi yang pasti adalah hampir semua manusia tidak mau disebut ketinggalan jaman terutama pada waktu mereka remaja.

Kaum ramaja masih membutuhkan bimbingan orang tua, dan bila mereka sering menentang orang tuanya, bukanlah berarti bahwa semua yang ditentangnya itu dilakukan dengan sepenuh hatinya. Mereka cuma tak ingin diperintah keras, ataupun ditekan.

Para orangtua dapat mencari cara yang cukup menyenangkan, misalnya dengan irama yang lembut, mau mendiskusikan semua masalah, berbicara seperti orang dewasa. Mereka bisa saja memberikan kepercayaan pada anak-anaknya, bahwa anak-anaknya itu memiliki moral yang baik dan penilaian yang cukup mantap dan saat yang sama merasa yakin bahwa sikap dan aturan-aturan yang mereka tetapkan ini adalah demi kepentingan dan nama baik anak-anak itu sendiri.

Pergaulan Bebas. Narkoba dan Free Seks

Narkoba

Mendidik remaja merupakan tugas suci. Tugas itu kewajiban yang harus ditunjukan dengan penuh tanggung jawab. Orang tua berobsesi besar agar anak-anaknya tumbuh tanpa mengikuti budaya menyimpang (deviant culture). Permasalahan besar ini menjadi buah bibir masyarakat yaitu penyalahgunaan NARKOBA – narkotoka, psikotropika dan zat ajektif lainnya. Secara kuantitatif dan kualitatif penyalahgunaan NAPZA mengalami peningkatan yang luar biasa. Mereka mengetahui bahayanya.

Narkoba merupakan gerbang awal menuju kemungkaran. Seseorang yang diminta melakukan salah satu perbuatan keji, yaitu merobek Alquran, membunuh seorang anak, menyembah berhala, minum-minuman keras atau berzina. Ia berpikir bahwa perbuatan yang terlalu besar kesalahannya adalah minum-minuman keras. Maka ia minum-minuman keras. Lalu (setelah mabuk), ia berzina, membunuh seseorang, merobek Alquran dan kemudian meyembah berhala (Waris Madsood, 1998:58-59). Minum minuman keras sebagai bentuk propaganda setan untuk menghalangi ingatan manusia kepada Allah. NAKOBA merupakan cara yang ampuh yang membutakan mata hati remaja untuk mengingat Allah.

Jaringan bisnis haram itu mengetahui betul, NAKOBA sekarang ini bukan lagi gengsi tetapi sebagai tempat pelarian. Yang namanya tempat pelarian tertentu menjadi pilihan artenatif terbaik bagi si pengguna untuk ‘menyenangkan diri’ di kala dilanda kebingungan. Para pengguna pil ‘haram’ itu berasal dari berbagai kalangan mulai dari pelajar, mahasiswa, (mungkin juga guru dan dosen), publik figur (artis dan aktor), militer, anggota legislatif serta eksekutif. Penyakit masyarakat (pathologi social) ini tidak mengenal status sosoal maupun golongan. Remaja yang terkena ’hipnotis’ yang rajin beribadah, patuh berubah malas beribadah, membangkang dan pemurung serta bersikap tidak marah.

Indonesia termasuk salah satu negara surganya peredaran NARKOBA, tidak sedikit jaringan global terjaring menyelundupkan barang haram itu. Misalnya penyelundupkan 4 kg mariuana asal Australia Schapelle Leigh Corby (20) salah seorang mahasiswa sekolah model tertangkap di Bali, Misehle Leisle (28) juga asal Australia. Kedunaya berjenis kelamin perempuan dan masih banyak lagi, para pengedar antar negara yang tertangkap bahkan tidak sedikit telah tereksekusi mati. Bahkan setiap hari tidak sedikit pengedar dikrangkeng dalam sel tahanan dan ditembak mati lantaran melarikan diri serta menghilangkan barang bukti.

Akibat yang paling buruk jika pengedar dan pemakai-NARKOBA-yang kebanyakan generasi muda ini bila dijatuhi hukuman dan dipenjarakan ialah mereka menjadi lebih mahir pada kejahatan-kejahatan yang belum mereka kenal sebelumnya. Dan hal-hal yang serupa ini mereka pelajari dari tanaman lain yang satu sel dengannya, mereka bukan saja menjadi mengerti tehnik dan sikap kriminal tapi saja juga mendapatkan pengalaman dispersi seksual.

Pencegahan penggunaan obat bius-atau narkoba-melalui pendidikan adalah sarana yang lebih baik. Tapi kita tak dapat mengharapkan bahwa dengan peringatan-peringatan formal yang sedikit kita dapat mengatasi ketakutan emosional dan sikap sosial yang telah membawa generasi muda berkenalan dengan dunia obat bius.

Peringatan yang keras dan sikap orang-orang dewasa yang merasa dirinya lebih tahu bukanlah penyelesaian yang baik. sikap yang demikian hanyalah akan ditertawai oleh generasi muda yang sedang gigih-gigihnya mengembangkan sikap menentangnya.

Informasi yang faktual tanpa sikap yang mau merendahkan hanyalah akan mendapatkan hasil yang sementara saja. jika disajikan oleh guru yang simpatik dan disukai oleh murid-muridnya ini adalah lebih baik.

Sikap bagaimanakah yang sebaiknya diambil oleh orang tua? Bagi mereka, topik ini tak perlu diberikan dengan sewenang-wenang. Mungkin lebih baik bila mereka meningkatkan anak-anaknya dengan cara dan sikap yang kasih.

Para orang tua seyogyanyalah mendengarkan pendapat sang anak, menarik kesimpulan dari pendapat anaknya, memperbaiki pendapat yang salah, menerangkan bukan saja bahaya dari penggunaan obat bius-atau narkoba-tetapi mengapa orang mencari kesenangan yang aneh ini dan menjadi ketagihan karenanya dari pendapat-pendapat dan keterangan yang diberikannya, yang dapat diberikan dengan jelas dan mantap.

Dan jika orangtua merokok atau peminum atau kedua-duanya, mereka harus siap untuk menerangkan pada mereka apa alasan mereka melakukan kebiasaan ini. Diskusi yang timbal balik seperti ini akan lebih berkenan bagi anak-anaknya dari pada hanya peringatan dan peringantan saja.

Jika persoalan ini muncul lagi di benak mereka dan tertuang dalam pembicaraan yang berikutnya, janganlah menjadi gusar karenanya, bersabarlah dan ulangi diskusi yang serupa dengan variasi yang berbeda agar meraka tak jemu mendengarnya. Lakukanlah diskusi dengan sikap yang ramah dan jangan dengan kata-kata yang keras.

Ikatan keluarga yang cukup kuat dengan disertai sikap kasih, memberi fasilitas bagi perkembagan hobbynya akan menjauhkan sang anak dari dunia obat bius.

Free Sex (Seks Bebas)

Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency (HIV / AIDS) merupakan fenomena gunung es (iceberg phenomenon). Virus yang pertama kali ditemukan di Amerika Serikat tahun 1981, di Indonesia tahun 1984. Penyakit akibat penyakit menular seksual (PMS), cara penularan natara lain : (1) hubungan kelamin homoseksual maupaun heteroseksual, (2) ibu kepada bayi (selama atau sesudah kehamilan), (3) tansfusi darah dan transpaltasi, dan laInnya.

Penyakit yang belum ditemukan obat ini, merusak imunitas tubuh penderitanya. Matan Presiden Megawati Soekarno Putri pada hari peringatan Hari Keluarga Nasional 2003 silam menegaskan bangsa ini menghadapi masalah meningkatnya jumlah anak muda yang terlibat dalam penyalahgunaan NAPZA, semakin tinggi penderita HIV / AIDS akibat penggunaan jarum suntik secara bersama-sama. Patut disayangkan memang peredaran pil setan itu tidak lagi mengenal batas.

Menurut data PBB yang mengurus masalah HIV / AIDS (UNAIDS) dalam bukunya “Who AIDS Epidemic Up date 2004” mencatat sekitar 39,4 juta orang yang terinfeksi HIV /AIDS, sekitar 8,2 juta ODHA dan 2,3 juta orang adalah perempuan. Data penderita di Indonesia sekitar 5701 orang, 2.363 terkena AIDS dan 3.338 terkena HIV. Direktorat PPM-PLP Departemen Kesehatan RI 31 Desember 2002 bahwa kasusus HIV /AIDS di Indonesia tercatat sebanyak 3.568 kasusu. Jumlah kasus HIV / AIDS berdasarkan tingkat usia didominasi usia remaja dengan 1222 kasus atau sekitar 50 persen.

Usia 20-29 tahun merupakan usia yang peling rentan terhadap virus HIV / AIDS. Penyakit yang bermula akibat memudarnya nilai moral dan agama dianggap penangkal berbagai penyimpangan. Generasi muda yang ketergantungan NARKOBA melalui jarum suntik rawan terkena HIV / AIDS cukup besar.

Dadang Hawari mengutip hasil penelitian Natoinal Centre for Health Statistic (1289) melihat realitas remaja, antara lain : pertama, satu dari lima remaja putri usia 15-19 tahun menjadi hamil di luar nikah; kedua, mereka (remaja putri dan putra) beresiko kena HIV 7:1 dan orang dewasanya 12:19; ketiga, remaja putri yang terlibat hubungan seks gelap umumnya dengan pria dewasa berpengalaman; keempat, 25 persen remaja putri berpenyakit kelamin; kelima, 65 persen terlibat anal seks; dan keenam, 74 persennya berhubungan seks tidak menggunakan kondom (lihat Harian terbit, 3/11/2001).

Laporan Departeman Kesehartan tahun 2002 diketahui sebanyak 38 persen penderita HIV / AIDS tertular melalui alat suntik yang digunakan secara bersama-sama. Sebagian lainnya berpendapat bahwa NAPZA dan HIV / AIDS merupakan awan kelabu bagi masa depan kemanusiaan. Salah satu faktor pendorong percepatan kasus HIV /AIDS adalah kurangnya pendidikan dan latihan bagi gadis-gadis, membuat mereka mudah terjerumus ke perjakaan yang berkaitan dengan seks.

Sungguh beragam gejala sosial-budaya termasuk style life berupa free love. Free sex, biseksual, homoseksual dan lainnya. Kaum homo dan gay malah mendesak senat (DPR) untuk mengesahkan Undang-Undang yang mengakui keberadaannya. Era nabi Luth dan nabi Nuh seolah muncul di era globalosasi ini. style life yang menyimpang ini akan membawa bencana kehidupan anak remaja di dunia.

Penyakit HIV /AIDS merupakan penyakit akibat seks bebas (free sex), yang tadinnya diangga penyakit “kutukan” tetapi stigma itu sedikit demi sedikit mulai berkurang. Penyakit yang menghancurkan kekebelan (imunitas) tubuh ini akibat terjadinya PMS lain. Resiko penularan akibat terinfeksi melalui kontak homoseksual dan penggunaan obat bius, sedangkan di Afrika Tengah dan Haiti sumber penularan melakui pekerja seks (sex woeker) melalui kontak heteroseksual. Hasil penelitian melaporkan bahwa 90 WTS, yang terinfeksi HIV sebanyak 66 persen kelas ekonomi rendah, dan 31 persen WTS kelas tinggi.

Penanggulangan penyakit yang satu ini dapat dilakukan melalui sisi moral dan sisi penyakitnya. Dari sisi moral mengaitkan salah satu sebab utama perzinahan dan prilaku seks yang menyimpang (sex devient), misalnya homoseks. Sedangkan sisi moral maupaun sisi penyakit al-Qiran memperingati manusia untuk tidak mendekati zina “La Taqrabuzzina”

Masalah Mati dan Kekekalan

Pada masa remaja telah dapat dipahami bahwa mati itu adalah suatu hal yang tak dapat dihindari oleh setiap diri, bahkan mati adalah fenomena alamiah yang harus terjadi. Pemikiran remaja tentang mati dalam hal ini adalah terdorong oleh kepetingan emosi yang dirasakan.

Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama dijelaskan. Pada masa remaja pengertian tentang mati telah lebih meluas dan mendalam, sehingga ia memandang sebagai suatu fenomena umum yang wajar, yang akan menimpa semua orang dan juga dirinya sendiri, bahkan akan terjadi atas seluruh mahkluk. Yang berarti bahwa pemikirannya itu tidak berhubungan dengan manusia saja, tapi sebagai hukum alam yang umum. Kendatipun pikiran tentang mati itu telah meningkat, namun mereka tidak dapat menghilangkan kegelisahan, yang mengambil bentuk sebagai berikut :

1- Takut berpisah dengan keluarga. Hal ini bukan saja pada masa remaja, tapi juga pada masa anak-anak. Takut ditinggalkan oleh ibu atau bapak, bukan saja takut akan kehilangan sandaran emosi, tapi yang lebih penting ialah takut menghadapi kesukaran-kesukaran yang akan datang. Perpisahan di sini, tidak lagi seperti pada masa kanak-kanak, yaitu ia menggelisahkan karena putus hubungan emosi, tapi yang menyebabkan kegelisahan adalah karena mengetahui kesukaran-kesukaran dan kegoncangan sosial yang akan dihadapi akibat kematian itu (bersifat rill).

2- Takut dirinya akan mati, karena :

a. Berpisah dengan orang-orang yang disayangi dan kawan-khawatir meninggalkan mereka.

b. Rasa dosa, takut bertemu dengan Allah, seolah-oleh takut mati itu sebenarnya adalah takut akan hukuman akhirat.

c. Takut mati karena ambisinya. Memang pada masa remaja, ambisi itu adalah suatu ciri kahasnya. Remaja lebih benyak khayalan dan cita-cita, serta takut tidak akan tercapai cita-cita itu.

Masalah mati tidak lagi maslah yang sempit (seperti masa kanak-kanak), bahkan ia menerima sebagai akhir yang harus dialami oleh setiap manusia, dan mati merupakan suatu bencana alamiah yang besar, karena remaja merasa takut. Karena masalah mati itu adalah salah satu unsur filsafat alam, maka remaja tidak ingin mengkhayalkan bahwa ia akan terlepas dari bencana mati itu, akan tetapi ia mencari keyakinan (logis) yang lebih mendalam.

Di antaranya, ialah percaya akan adaya akhirat, keyakinan itu akan mengurangkan kecemasan terhadap mati, dengan mengalihkan kegelisahan-kegelisahan takut mati, kepada sesuatu yang berhubungan dengan itu, yaitu neraka dengan apinya yang meyala atau surga dengan nikmatnya, atau yang berarti timbulnya pengertian tentang pembalasan, yang akan berakhir dengan kecenderungan kepada berkuasanya yang baik, hal ini akan mengurangkan kegelisahannya terhadap soal-soal mati, dan dapatlah ia menghadapi hidup ini.

Jika kegelisahan itu bertambah, maka hidup ini tidak akan dirasakan lagi. Maka takut akan neraka dan harap akan surga dalam ajaran agama, memainkan peranan penting dalam mengurangkan kecemasan anak mati.

Setelah mati diakui dan diterima oleh remaja, maka ada di antaranya yang ingin mati, mungkin hal ini sebenarnya gambaran negatif dari takut mati reaction formation-psikoanasisa. Atau karena ingin lari dari kesukaran-kesukaran hidup yang dihadapinya. Bahkan ada orang yang seolah-olah menghadang mati, sebenarnya ia ingin kekal dalam bentuk apa pun.

Simpulan

Semakin umur bertambah maka semakin kompleks masalah yang di hadapi, besar atau kecil masalah yang kita hadapi. Pada umumnya banyak sekali remaja yang prusrasi, putus asa, tidak mampu mengenal siapa dirinnya sendiri. Sehingga ketika ia mendapat musibah atau kegagalan ia menjadi linglung, stres, karena ia tak mampu menghadapi atau memecahkan masalah yang ia hadapi. Bahkan ada yang terjerusuh ke lorong hitam yang menyesatkan.

Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikisnya dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode strum und drang. Sebabnya mereka mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di kalangan masyarakat.

Dalam perkembangan remaja, Charlotte Buhler, seorang ahli psikologi, dalam bukunya Practichs Kinder Psychologie, 1994, mengemukakan masa perkembangan remaja sebagai berikut : 

– Usia 9 Sampai 13 Tahun

Kainginan maju dan memahami kenyataan mencapai puncaknya. Pertumbuhan jasmani sangat subur pada usia 10 sampi 12 tahun. Kejiwaanya tampak tenang, seakan-akan ia bersiap-siap untuk menghadapai perubahan yang akan datang. Ketika anak permpuan berusia 12 sampai 13 tahun, anak laki-laki berusia 13 sampai 14 tahun, mereka mengalami masa krisis dalam proses perkembangannya. Pada masa ini timbul rasa kritik terhadap diri sendiri, kesadaran akan kemampuan, penuh pertimbangangan, mengutamakan tenaga sendiri, disertai berbagai pertentangan yang timbul dengan dunia lingkungan, dan sebagainya.

Usia 14 sampai 19 tahun

Pada masa awal pubertas anak kelihatan lebih subjektif. Kemampuan dan kesadaran dirinya terus meningkat. Hal ini mempengaruhi sifat-sifat dan tingkah-lakunya. Anak di masa pubernya selalu merasa gelisah karena mereka sedang mengalami strun und drang (ingin memberontak, gemar mengeritik, suka menentang, dan sebagainya). Pada masa akhir pubertas, sekitar usia 17 tahun, anak mulai mencapai perpaduan (sintesis), keseimbangan antara dirinya dengan pengaruh dunia lingkungan. Bila kelihatan gejal-gejla seperti di muka, menurut Kohnstamm, merupakan pertanda bahwa remaja itu mulai memasuki masa matang.

Ada pula ahli psikolog yang menganggap masa remaja sebagai peralihan dari masa anak ke masa dewasa, yaitu saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapai dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan dewasa.

Di samping itu, memang tidak mudah untuk mendidik anak remaja. Mendidik anak remaja tidak semudah membalikan telapak tangan, perlu kesabaran dan keiklasan dalam mendidiknya.

Berhadapan dengan remaja dalam usia ini, dari orang tua atau para pendidik diharapkan usaha untuk menunjukan pengertian. Orang tua atau pendidik mencoba mendalami apa yang sedang bergejolak dalam sanubari remaja. Bilamana orang tua memberikan pengertian maka remaja merasa dirinya dihargai, dihormati, dan diperhatikan.

Orang tua dan para pendidik harus menumbuhkan sikap seni mendengarkan. Orang tua tidak perlu bersikap selalu menggurui dengan banyak ceramah. Kadang-kadang bersikap diam sangatlah menguntungkan. Biarkan remaja mengungkapkan kecemasan, harapan, cita-cita, dan keinginan sendiri.

Setelah mendengar dan memahami masalah remaja, orang tua atau para pendidik harus mencari tindakan edukatif yang dapat memekarkan perkembangan pribadi remaja. Sikap yang bijaksana adalah membiarkan remaja mengambil prakarsa, selalu siap berdialog dan berkonsultasi dengan remaja, rela mendengarkan pendapat mereka, saran, gagasan, dan malahan kritik dari remaja. Dalam iklim saling memghargai, orang tua dan pendidik dapat mempengaruhi sikap dan pandangan hidup remaja.

Daftar Pustaka

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, 1998.

Al-Mukafi, Abdurrahman, Pacaran dalam Kacamata Islam, Jakarta : Media Dakwah, 2004, Cet. ke-28

Asyarie, Sukmadjaja dan Yusuf, Rosy, Indeks Al-Qura’an, Bandung, Pustaka, 2003, Cet. ke-5

Baradja, Abubakar, Psikologi Perkembangan Tahapan-tahapan dan Aspek-aspeknya dari 0 Tahun Sampai Akhil Baliq, Jakarta : Studia Press, 2005, Cet. ke-1

Brothers, Joice, Dr., Psikologi Yang Efektif dalam Bunises Perkawinan Seks Cinta dan Persahabatan, Bandung : Pinion Jaya, 1991

Bainar, Hajjah, Dr., Membantu Remaja Menyelami Dunia Dengan Iman dan Ilmu, Jakarta : IPPSDM-WIN, 2005

Darajat, Zakaria, Prof, Dr., Kesehatan Mental, Jakarta : CV Haji Masagung, 1990, Cet. ke-16

_______, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : PT Bulan Bintang, 2003, Cet. ke-16

Gunarsa, D Singgih, Prof, Dr., dan Y Gunarsa, D Singgih, Prof, Dr, Ny., Psikologi Praktis Anak Remaja dan Keluarga, Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 1995, Cet. ke-16

Jamaluddin, Mahfuzh, Syaikh, M, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jakarta : Pustaka Al-Kausar, 2004, Cet. ke-3

Kartini, Kartono, DR., Psikologi Umum, Bandung : Mandar Maju, 1996, Cet. Ke-3

_______, Hygiene Mental, Bandung : Mandar Maju, 2000, Cet. ke-7

Kusmawan, Aep, Berdakwah Lewat Tulisan, Bandung : Mujahid Press, 2004, Cet ke- 1

L, Zulkifli, Drs., Psikologi Perkembangan, Bandung : PT Rosda karya, 2003, Cet. Ke-10

Rumini, Sri, Prof. Dra., dan Sundari HS, Siti, Dra, M. Pd., Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2004, Cet. ke-1

Sarwono, Sarlito Wirawan, Dr., Pengantar Umum Psikologi, Jakarta : PT Bulan Bintang, 2000, Cet. ke-8

S, Benyamin, Seni Mendidik Anak, Jakarta : MM Corp, 2004

Tukan, Johan Suban, Metode Pendidikan Perkawinan dan Keluarga, Jakarta : PT Erlangga, 1993, Cet. ke-2

Zuhairi, Drs, H., dan Sardju, Drs., Ilmu Jiwa Umum, Surabaya : Usaha Nasional,___