MENYIKAPI PAHAM PLURALISME AGAMA
Oleh : Zaldy Munir
Semua agama sama.
Semua menuju jalan kebenaran.
Jadi, Islam bukan yang paling benar.
Bagaimana komentar Anda apabila disodorkan sebuah kalimat seperti itu? Apakah Anda mengiyakannya? Membantahnya? Ataukah Anda hanya diam saja?
Kalimat di atas adalah paham orang-orang yang mengusung paham Liberal, menyebarkan paham pluralisme agama. Mereka itu tidak lain adalah orang-orang yang mengaduk-adukan Akidah Islam. Yang mereka pakai justru paham-paham di luar Islam lalu dicampur aduk dengan paham tasauf sesat yang merusak Islam. Ada keracunan paham dipertemukan dengan keracunan paham yang lainnya, sehingga terbentuklah keracunan yang baru, yaitu pluralisme agama model JIL.
Para pengusung paham Liberal membuat reka-rekaan, bahwa kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam selaku utusan Allah Ta’ala tidak untuk menghapus agama-agama sebelumya, namun hanya menyempurnakan. Ujung-ujungnya hanyalah menjadi miqollid (pembebek) paham rusak Ibnu Arabi, yaitu Wihdatul Adyan, karena datangnya dari Allah, itulah paham liberal yang pengusung paham pluralisme agama yang menyamakan semua agama.
Dengan demikian inilah “Akidah yang berbeda, yang mengusung akidah rusak berupa paham pluralisme agama, menyamakan Islam dengan agama-agama lain.” Dan anehnya, orang-orang berpaham pluralisme agama itu masih mengaku dirinya Islam, walau diembel-embel menjadi liberal. Padahal pahamnya itu sendiri mengandung penafian Islam, memadamkan Islam dan sekaligus menghancurkan Islam secara perlahan-lahan. Maka antek-antek Yahudi dan Nasrani yang mengaku Muslim tidak rela apabila Islam masih utuh seperti apa adanya. Mereka berupaya keras demi mengikuti kemauan bossnya, maka dipreteli dan dikelupaslah Islam ini, sehingga lepas satu-persatu, tidak tersisa lagi. Hingga Islam tinggal namanya, Alquran tinggal gambar da hurufnya.
Terkadang, banyak manusia terlena tapi tidak menyadari bahwa dirinya terlena, atau ia bodoh tapi tidak menyadari bahwa dirinya bodoh, atau bahkan ia tersesat dan menyesatkan tapi tidak menyadari bahwa dirinya tersesat dan menyesatkan, karena barangkali memang demikian Allah telah mengunci mati penglihatan, pendengaran, dan hatinya.
Mereka mengerti dan memahami tentang suatu kebenaran, tapi ia tidak mau mengikutinya. Meraka mengerti dan memahami tentang suatu larangan, tapi meraka juga tidak mau menghidarkannya. Padahal sesungguhnya ia bisa dan mampu untuk itu. Meraka cenderung menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan dan ilmunya sebagai hiyasan dan kebanggaan untuk mancari pujiaan dan popularitas dalam kehidupan dunia belaka. Maka yang demikian inilah, pertanda sebuah petaka yang sangat berbahaya bagi umat manusia telah mengancam.
Memang, tidak ada siapa pun yang berhak melarang seseorang untuk berbicara atau berpikir, asalkan perkataan atau pikiran itu adalah bagian dari hak asasi atau paling tidak, itu adalah merupakan potensi yang harus dihargai. Namun jika sebaliknya; perkataan dan pikiran itu membahayakan orang lain, cenderung menyelewengkan dan melecehkan ayat-ayat Alquran dan Sunnah-sunnah Rasulullah, menghujat para ulama, memutar balikan fakta dan dalil, maka ini bukan lagi hak asasi atau potensi yang harus dihormati, tetapi adalah sebuah kezhaliman dan penghinaan yang harus dicegah dan dimusnahkan. Apalagi kalau hal itu dipasarkan dan diobralkan laksana dagangan murahan yang tidak diharapkan darinya, kecuali hanya keuntungan materi yang tidak menyenangkan.
Maka diperlukan sikap kritis dan objektif dalam memandang suatu pemikiran atau paham tertentu, terutama yang sudah sering disoroti sebagai sesat, melenceng, atau nyeleneh. Karena bukan tidak mengkin ada sebab-sebab atau maksud-maksud tersembunyi di balik eksistensi suatu paham atau pemikiran. Entah itu karena motifasi duniawi yang ingin mengejar kekayaan harta benda, faktor ambisi kekuasaan, ingin sensasi dan terkenal, hendak memecah belah umat, atau memang dikarenakan ketololan sipemimpin itu sendiri? Dengan demikian, kita bisa bersikap dewasa dalam mengahadapi paham dan pemikiran yang dianggap nyeleneh, melenceng, sesat tersebut serta tidak mudah tertipu untuk larut tersesat di dalamya.***
assalamualaikum. subhanallah articlenya, buagus buanget. thanks akhi…
Dari Redaksi – Afwan akhi atas komentarnya.
Fenomena dan gerakan masif yang dilakukan oleh rekan-rekan JIL sebenarnya juga membuat gerah para ulama NU, tempat dimana anak-anak muda itu berasal. Dalam sebuah taushiyah dari konferensi PWNU Jawa Timur di Pasuruan, Oktober 2004 lalu, dikeluarkan rekomendasi: “Kepada institusi PWNU Jatim agar segera menginstrusikan kepada warga NU untuk mewaspadai dan mencegah pemikiran ISlam Liberal. Jika pemikiran Islam Liberal itu dikeluarkan oleh pengurus NU maka akan diberikan sanksi organisasi.”
Ulil Absar Abdala ketika ditanya tentang pluralisme agama, dia menjawab: “Ada hadist yang mengatakan bahwa ‘Tamsil agama yang saya bawa seperti sebuah batu bata yang saya letakkan di sudut dari sebuah bangunan yang hampir lengkap’. Artinya, Islam ini menyempurnakan saja, bukan membatalkan atau mengamandemen. Ibnu Arabi mengatakan bahwa semua agama itu baik karena datangnya dari Allah.
Ulil sedang mencoba memaknai lain hadist tersebut. Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim itu sebenarnya berbunyi:
“Perumpamaanku dan perumpamaan para Nabi adalah seperti perumpamaan seseorang yang yang membangun sebuah gedung. Dia membinanya dengan baik dan sempurna, tetapi masih ada satu tempat yang belum diletakkan bata. Ramai orang yang masuk ke dalam rumah tersebut dan mereka mengaguminya seraya berkata, ‘Alangkah lebih baik jika kekurangan itu disempurnakan’. Rasulullah SAW bersabda ‘Aku diibaratkan sebagai bata tersebut simana kedatangnaku adalah sebagai penutup para Nabi.”
Menurut Ibnu Hajar, hadist tersebut dibuat sebagai sebuah perumpamaan untuk mendekatkan pemahaman yang menjelaskan tentang keutamaan Nabi Muhammad atas seluruh Nabi-Nabi dan bahwa Allah menutup para utusan dengan beliau dan menyempurnakan syariat-syariat agama dengan beliau. Rasulullah adalah pemimpin agung yang ketika ajaran yang beliau bawa telah datang maka beliau wajib ditaati dan didahulukan atas seluruh nabi. Ketika Rasulullah datang dengan ajaran-ajarannya yang termaktub dalam AL-Quran maka kitab-kitab terdahulu tak lagi menjadi pegangan bagi umat manusia setelah kedatangan Rasulullah.
Dalam kitab Shahih muslim, Imam Muslim menyatakan: “Wajibnya beriman kepada risalah Nabi SAW bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama (lain) dengan agama beliau (Islam).”
Dalam Hadist Muslim yang lain:
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW bahwasanya beliau bersabda, “Demi dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan NYa, tidaklah seorang dari umat ini yang mendengar agama Ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka”
Pertanyaannya….kita akan lebih percaya kata-kata seorang Ulil Abshar, yang ketika waktu sholat Jumat datang tapi dia tak juga beranjak dari forum diskusi lintas agama, atau seorang Imam Muslim yang diakui oleh umat Islam??
pastinya kita tidak percaya Ulil dg memberi pemahaman hadits seperti itu, namanya memutar balikkan fakta, dan memberi fakta dengan seenak udelnya(maaf). Semoga, pemahaman sekuler spt itu tak menyurutkan langkah kita dalam menegakkan dienul haq.