PASAR ANTIK, DI JALAN SURABAYA

Oleh : Zaldy Munir

 

 

  

BILA sekali waktu Anda lewat Cikini atau Menteng, cobalah menyempatkan ke jalan Surabaya. Perhatikanlah sepanjang jalan itu. Jalan Surabaya, sangat terkenal dengan barang-barang antiknya. Karena itu, pasar ini pun dinamakan pasar antik Jakarta.

 

Jalan Surabaya, Jakarta Pusat, dikenal sebagai Pasar Antik Jakarta. Dibandingkan tempat lainnya, lokasi ini merupakan yang paling terkenal. Puluhan kios barang antik berjejer sepanjang jalan itu. Yang dijual berupa barang pecah belah, seperti guci, piring, alat-alat kapal, lampu hias, wayang kulit serta ratusan barang antik lainnya yang terbuat dari kuningan atau tembaga.

 

Keberadaan pasar antik di Jakarta tidak diketahui secara pasti kapan waktunya. Diperkirakan para pedagang pasar sudah ada di sana sejak 30-40 silam (Sekitar tahun 1960-an). Sebelum ada pasar barang antik, di sini dulunya pasar loak, yaitu tempat orang menjual barang-barang bekas, seperti baju, celana, kipas angin dan sejumlah barang elektronik lainnya. Namun, ketika tahun 1971, saat itu sudah banyak yang menjual barang-barang antik, seperti alat-alat kapal, teropong, kompas, lampu, setir kapal dan lainnya. Begitu juga dengan guci, porselin dan keramik. Semuanya sudah ada hingga saat ini.

 

Selama kurang lebih dari tiga dasawarsa, sebelum krisis moneter (Krismon) tahun 1998, pedagang barang antik banyak meraup keuntungan. Kebanyakan pembeli adalah bule (Turis asing). Mereka umumnya membeli barang-barang, seperti porselin dan guci dari Cina. Namun, banyak juga yang membeli barang antik berupa alat kapal, seperti kompas, teropong nahkoda, helm untuk berenang, hingga setir kapal.

 

Harga yang ditawarkan sangat bervariasi, tergantung jenisnya. Ada yang dijual Rp 20 ribuan, seperti wayang kulit, dan ada yang hingga bernilai Rp 5 juta, seperti lampu hias besar.

 

Akan tetapi, sejak krisis moneter kehidupan para pedagang barang antik di kawasan ini berubah. Omzet penjualan turun. Sejumlah investor asing hengkang. Akibatnya, para penikmat atau kolektor barang antik menjadi berkurang.

 

Idan Kusnadi, Wito, dan Is juga mengamini sulitnya kondisi sekarang. Menurut Idan, selama kurang lebih 20-25 tahun ia menjadi pedagang barang antik di Jalan Surabaya ini, sejak reformasi hingga saat ini ia kurang beruntung. “Sekarang sangat susah mendapatkan pembeli. Kalau mau jual barang antik malah makin banyak,” kata pria berusia 45 tahun ini.

 

Para pedagang antik sangat berharap kondisi ekonomi, stabilitas politik Indonesia bisa stabil dan berjalan dengan baik. Karena itu, mereka mengharapkan pemerintah terus memperbaiki kinerja untuk menjaga stabilitas ekonomi, politik, keamanan dan sosial-budaya.