BAGAIKAN TAMBANG EMAS DI BALIK BARANG BEKAS

Oleh : Zaldy Munir

PANAS, pengap, kotor dan kumuh merupakan kesan pertama ketika memasuki wilayah penampungan besi tua. Sederet gerobag tua dengan barang rongsokan yang ditunggui tuannya berjajar mengantri untuk menunggu saat ditimbang barang dagangannya.

Di antara tumpukan besi-besi tua yang berlarian ke mana-mana, lelaki dengan kaos oblong yang kotor terlihat sibuk. Sementara tangannya dengan trampil menimbang dan memilah-milah barang-barang yang disetor oleh pelanggannya, yaitu para pemulung. Itulah Pekerjaan Saturi, 32 tahun asal Madura Jawa Timur sebagai pengumpul besi tua di Jl. Perintis Kemerdekaan, Kelapa Gading Jakarta Utara.

Saturi, yang menempati sebidang tanah garapan yang dibelinya, sudah 20 tahun ia menggeluti jual beli besi tua. Pekerjaan ini adalah turun-menurun dari orang tuanya yang juga pengumpul besi tua di daerah Cilincing Jakarta Utara. “Sejak umur 12 tahun saya ikut bekerja besi tua membantu orang tua, dan setelah menikah berdiri sendiri,” ujarnya.

Besi tua adalah barang bekas yang seolah tiada guna dan tak berharga. Namun tidak demikian bagi ayah dua anak yang masih berumur 7 tahun dan 10 bulan ini. Besi tua bagaikan tambang emas baginya, dan sumber kehidupan bagi keluarganya. “Saya asal Madura, dan Madura tidak bisa lepas dari besi tua, ini sudah turun-menurun, di mana ada besi tua di situ ada Madura,” tegasnya sembari tertawa.

Jual beli besi tua adalah pekerjaan yang tampaknya kotor dan terkesan kumuh. Tidak setiap orang mau mengerjakannya, namun bagi laki-laki berbadan gemuk ini, jual beli besi tua merupakan pekerjaan yang menguntungkan. Dengan besi tua ini Saturi bisa meghidupi keluarganya. Orang lain menganggap barang bekas seperti kaleng, besi tua, adalah sampah yang tak berguna, namun bagi pengumpul besi tua sangat berharga. “Barang-barang bekas ini masih ada harganya mas, biar barang bekas seperti besi tua ini kalau saya beli kurang dari Rp. 2000,-/kg dan saya menjual Rp 2000,- sampai Rp 2500 / kg tergantung kualitas besinya,” kata Saturi.

Sembari mengelap keringatnya laki-laki dengan bahasa khas Madura mengatakan: Usaha besi tua itu pekerjaan yang tidak pasti, kadang rame kadang sepi, tidak tentu mas. tergantung keadaan. Kalo pas ada borongan banyak saya bisa kirim ke pabrik di Pulo Gadung hasil bisa besar bisa untung 5 sampai 10 jutaan rupiah. Tapi kalo pas sepi yaa nunggu saja gerobag-gerobag pemulung. Yaa paling-paling Rp 2 juta /bulan.

Biar setiap hari bergelut dengan besi tua yang kotor dan kumuh namun Saturi dengan tekun menaruh harapan besar dari usahanya. “Biar kerjaan ini kotor, tapi saya optimis bisa menghidupi keluarga. Dan saya bisa berhasil seperti bapak saya dan saudara-saudara saya dari Madura. Mereka bisa pergi haji dan punya rumah mewah. Ini pekerjaan halal,” tegasnya.■