REVITALISASI FUNGSI GERAKAN MAHASISWA MENUJU TATANAN MASYARAKAT BERKEADABAN

Oleh : Zaldy Munir

TATANAN masyarakat berkeadaban adalah suatu tatanan masyarakat yang bercirikan dengan, pertama, di tingkat suprastruktur indikasinya adalah bangunan tauhid yang kokoh di batin setiap anggota masyarakat, sehingga dengan bangunan ini masyarakat lebih mengedepankan ajaran-ajaran moral ketauhidan dalam tiap interaksi sosialnya. Kedua, di tingkat kultur, adanya kondisi masyarakat yang mempunyai ketinggian dan kemerataan tingkat keilmuan (literer society), kompetensi dan kapasitas, serta inisiatif dan partisipasi diberbagai bidang kehidupan. Ketiga, di tingkat struktur, terimplementasi suatu tatanan performa kenegaraan yang mengedepankan nilai-nilai keadilan.

Pada tataran ini, terma keadilan disandingkan dengan suatu sistem keindonesiaan, ini berarti bahwa bangunan umat berkeadilan yang dicita-citakan beserta value system yang mendasarinya didorong untuk menjadi pondasi bagi keindonesiaan yang egaliter, demokratis, terbuka dan kosmopolit. Keberhasilan umat yang berkeadilan diukur dari sejauh mana spirit ini juga menopang kondisi Indonesia sebagai negara kebangsaan modern (modern nation-state) yang berkeadilan, baik di wilayah ekonomi, politik maupun kebudayaan.

Saat ini, dunia dikuasai oleh ekonomi para konsumen (the dictatorship of the consumer), kegilaan mengkonsumsi melanda negara dan masyarakat. Negara menjadi friendly of capital, dan membiarkan adanya jurang kemiskinan yang demikian lebar antara “the haves” dan “the haves nots”, antara “the know” dan “the know nots” serta antara “yang punya pekerjaan” dengan “yang tidak punya pekerjaan”. Konsekwensinya, negara tidak berdaya di hadapan pemodal dan menjadi penjajah bagi rakyatnya sendiri. Kondisi ini menuntut sebuah rekayasa untuk membangun sebuah demokrasi ekonomi yang bersendikan fair trade dan fair competition sebagai ikhtiar keadilan di wilayah ekonomi.

Proses demokrasi di Indonesia masih berkutat pada tataran prosedural belaka dan belum menyentuh wilayah substansialnya. Kondisi ini membuat negara rentan untuk menjadi korup, otoriter, dan memberangus hak-hak politik rakyat dengan berlindung di balik penegakan hukum yang lemah. Dibutuhkan sebuah sistem politik yang bersendikan hukum dan keadilan serta menjamin penghormatan terhadap kebebasan, harkat, dan martabat masyarakat. Sistem politik tersebut haruslah memberi ruang penegakan hak-hak dan aprtisipasi warga negara (universal participation) sebagai wujud keadilan di wilayah politik.

Pada tataran kebudayaan, masyarakat mengalami proses banalisasi budaya, mereka mengalami ketumpulan dan kemunduran rasa kemanusiaan yang adil (sense of advanced humanity), menghancurkan diri sendiri (self destructive) dan tidak lagi mengenal (civic culture). Masyarakat perlu rekayasa yang mampu memperadabkan mereka kembali dengan tetap berbasis kepada kearifan nilai (local wisdom) dan keistimewaan lokal (local uniqueness). Ini membutuhkan pemahaman akan pluralisme sebagaian pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan peradaban. Kondisi masyarakat berkeadaban merupakan pra syarat mutlak bagi perwujudan keadilan di wilayah kebudayaan.

Umat yang bertamadduni sebagai tonggak masyarakat Indonesia yang berkeadilan haruslah bersendikan toleransi sebagai prinsip yang akan memberi kesempatan terbaik kepada keimanan yang benar untuk menang. Dengan prinsip demikian, keindonesiaan adalah sebuah proses menjadi (becoming) masyarakat utama, yakni masyarakat yang berproses menuju dan memiliki kecenderungan pada nilai-nilai keutamaan (khayr), yang landasannya adalah iman tauhid dalam melaksanakan amr bi alma’ruf dan nahy al-munkar.

Peran Mahasiswa

Sebagai salah satu potensi, mahasiswa sebagai bagian dari kaum muda dalam tatanan masyarakat yang mau tidak mau pasti terlibat langsung dalam tiap fenomena sosial, harus mampu mengimplementasikan kemampuan keilmuannya dalam akselerasi perubahan keumatan ke arah berkeadaban.

Sebagian salah satu bentuk tingginya rasa nasionalisme yang dimiliki mahasiswa sudah mencanangkan konsep NKRI yang tertuang dalam visi keindonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni sebuah negara yang merdeka dari intervensi atau penjajahan dari bangsa maupun paham-paham yang invisioner dengan tujuan negara. Keterlibatan mahasiswa dalam setiap perubahan tatanan kenegaraan selama ini, sudah menjadi jargon dan pilar utama terjaminnya sebuah tatanan kenegaraan yang demokratis. Romantisme politis antara mahasiswa dengan rakyat terlihat sebagai fungsinya sebagai (social control) termasuk terhadap kebijakan menindas.

Mahasiswa dalam hal ini sudah menunjukkan diri sebagai salah satu potensi yang dapat diandalkan dalam upaya menuju tatanan masyarakat yang berkeadilan. Dan distribusinya baik secara kualitas maupun kuantitas dalam segala aspek kehidupan sosial sudah semestinya diperhitungkan.

Bentuk keberhasillan dalam mewujudkan sebuah tatanan masyarakat berkeadaban di Indonesia, adalah dengan semakin kecilnya angka kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, peningkatan taraf ekonomi dan pendidikan, dan lain sebagainya. Namun, semua itu hanya akan menjadi mimpi belaka manakala semua konsep-konsep yang dibangun dan berbasis kerakyatan tersebut tidak dibarengi dengan strategi yang matang dan jitu ke arah tujuan tersebut. Dan maksimalisasi fungsi mahasiswa dan kaum muda dalam tiap laju demokratisasi merupakan salah satu pilar utama yang perlu diperhatikan.

Sekali lagi, peran mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat sosial ditunggu. Diharapkan mahasiswa mampu memainkan peran yang strategis dan membangun demokratisasi di wilayah ini. Kesatuan visi, tekad, dan perjuangan untuk kepentingan masyarakat secara luas, menjadi pondasi utama peran tersebut saat ini atau nanti. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, sekali lagi, perlu pemetaan, perumusan, dan penelaahan metode penerapan fungsi mahasiswa dalam kancah epistemologi keumatan tersebut. ***