MENGENANG PERJALANAN HIDUP BUYA HAMKA


buya-hamka-31

The INDEPENDEN’S – Weblog – HAJI Abdul Malik Karim Amrullah (atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yaitu singkatan namanya), lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Meninjau, Sumatera Barat. Beliau bukan hanya dikenal sebagai ulama (dalam artian sempit, yaitu, yang mengusai ilmu-ilmu agama), namun juga sejarawan, sastrawan/pujangga bahkan politikus. Intelektualitas beliau semakin tidak diragukan lagi dengan banyaknya karya yang dihasilkannya.

Belakangan dia diberikan sebutan “Buya”, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata “abi”, “abuya” dalam bahasa Arab, yang berarti “ayahku”, atau “seseorang yang dihormati”. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai “Haji Rasul”, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.

Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.

Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti.

Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta, seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padangpanjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).

Prof. Dr. Hamka, yang akrab disapa dengan Buya Hamka, adalah sangat menguasai banyak ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Dalam bidang Sastra kita mengenal beberapa karya beliau seperti “Di Bawah Lindungan Ka’bah” dan “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijcht”. Belum lagi karya-karya puisi beliau. Dalam bidang sejarah, khususnya sejarah Islam di nusantara, beliau menulis buku “Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam Nusantara”.

Dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan, beliau membuat kitab tafsir yang kemudian kita kenal dengan “Tafsir Al-Azhar”, sesuatu yang nampaknya masih sangat jarang dilakukan oleh para ulama atau intelektual muslim di Indonesia. Selain dalam bidang tafsir, beliau juga menulis berbagai karya keislaman dalam berbagai bidang, yaitu “Pelajaran Agama Islam”, “Tasawuf Modern”, “Perempuan Dalam Pandangan Islam”, “Falsafah Hidup”, “Lembaga Budi”, dan “Lembaga Hidup”. Belakangan kita juga dapat menemukan karya-karya tentang beliau, seperti “Teologi Islam Dalam Pandangan Buya Hamka” karya Yunan Yusuf, atau kumpulan-kumpulan ceramah beliau yang dibukukan, baik ceramah-ceramah shalat Jum’at beliau maupun ceramah-ceramah beliau dalam shalat id.

Pergerakan Hamka dalam Menegakkan Islam

Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.

Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

Pergulatan Hamka Dibidang Politik

Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955.

Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar, seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.

Beberapa Karya dan Penghargaan yang Pernah Diraih Hamka

Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.

Untuk mengenal beliau bukan hanya dapat dilihat dari buku-buku karya beliau, melainkan juga dari ornamen yang dihasilkan beliau, yaitu Masjid Agung Al-Azhar itu sendiri. Selain itu, kita juga dapat memahami beliau dalam kancahnya dalam dunia politik, terutama ketika beliau berkecimpung dalam Majelis Ulama Indonesia. Kompetensi beliau yang demikian luas cakupannya ini masih tergolong langka di negeri ini. Peminat sejarah sekaligus salah satu pelaku sejarah modern Indonesia berperan memformulasikan ide-ide visioner bangsa Indonesia.

Syaikh Mahmoud Syaltout, Syaikh Jami Al-Azhar yang memberikan nama Al-Azhar pada Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta, telah memberikan penghargaan atas perjuangan Hamka dalam menegakkan kesatuan kaum muslimin di Asia Timur dan memancangkan tonggak untuk kekokohan Islam. Namun sayangnya, pemikiran dan karya-karya buya Hamka kelihatannya seperti tenggelam begitu saja dalam khasanah intelektual Islam di Indonesia, padahal dia adalah ulama besar. John F. Kennedy pernah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya sendiri. Dengan kata lain, bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menggali khasanahnya sendiri.

Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan saja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai. Ironisnya, pembangunan museum untuk mengenang jasa-jasanya dibangun dan dirawat oleh peziarah negeri Jiran.

Daftar Karya Buya Hamka

Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.

Si Sabariah. (1928)

Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.

Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).

Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).

Kepentingan melakukan tabligh (1929).

Hikmat Isra’ dan Mikraj.

Arkanul Islam (1932) di Makassar.

Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.

Majallah ‘Tentera’ (4 nomor) 1932, di Makassar.

Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.

Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.

Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.

Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.

Tuan Direktur 1939.

Dijemput mamaknya,1939.

Keadilan Ilahy 1939.

Tashawwuf Modern 1939.

Falsafah Hidup 1939.

Lembaga Hidup 1940.

Lembaga Budi 1940.

Majallah ‘SEMANGAT ISLAM’ (Zaman Jepun 1943).

Majallah ‘MENARA’ (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.

Negara Islam (1946).

Islam dan Demokrasi,1946.

Revolusi Pikiran,1946.

Revolusi Agama,1946.

Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.

Dibantingkan ombak masyarakat,1946.

Di dalam Lembah cita-cita,1946.

Sesudah naskah Renville,1947.

Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.

Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.

Ayahku,1950 di Jakarta.

Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.

Mengembara Dilembah Nyl. 1950.

Ditepi Sungai Dajlah. 1950.

Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.

Kenangan-kenangan hidup 2.

Kenangan-kenangan hidup 3.

Kenangan-kenangan hidup 4.

Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.

Sejarah Ummat Islam Jilid 2.

Sejarah Ummat Islam Jilid 3.

Sejarah Ummat Islam Jilid 4.

Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.

Pribadi,1950.

Agama dan perempuan,1939.

Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang.

1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950).

Pelajaran Agama Islam,1956.

Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952.

Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.

Empat bulan di Amerika Jilid 2.

Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor

Honoris Causa.

Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.

Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh

Pustaka Panjimas, Jakarta.

Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.

Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.

Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.

Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.

Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.

Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.

Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah).

Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr Mekkah).

Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970.

Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.

Himpunan Khutbah-khutbah.

Urat Tunggang Pancasila.

Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.

Sejarah Islam di Sumatera.

Bohong di Dunia.

Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang).

Pandangan Hidup Muslim,1960.

Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.

[Tafsir Al-Azhar] Juzu’ 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh Sukarno.

Aktivitas Lainnya

Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat, 1936-1942

Memimpin Majalah Panji Masyarakat dari tahun 1956

Memimpin Majalah Mimbar Agama (Departemen Agama), 1950-1953