LAYANG-LAYANG YANG ANGKUH

Oleh : Zaldy Munir

SEBUAH layang-layang besar berwarna-warni dan berbuntut panjang melambai-lambai. Terbang kian tinggi. Gayanya sangat angkuh, seolah mengejek kupu-kupu yang terbang rendah di taman bunga sore itu.

Hai, kupu-kupu dungu, coba susul aku kalau bisa. Ayo… ayo… aku bosan melihatmu setiap hari hanya terbang di taman dan di seputar kebun. Hidupmu tidak jauh dari pohon dan bunga!” Ejek layang-layang.

Kupu-kupu kecil yang lucu dan berwarna ungu itu diam saja. Ia asyik mengisap madu bunga mawar. Semua bunga suka padanya. Dan, mereka rela diambil madunya.

Layang-layang makin kesal. Dia terus mengejek kupu-kupu. Matanya yang bundar mengawsi binatang itu terbang. Dia terus mengincar. Anehnya, hanya dengan kupu-kupu kecil ia berani berbuat demikian.

“Kamu benar-benar tolol, kupu-kupu! Sampai kiamat pun kamu tidak akan bisa menyusulku. Kamu hanya bisa terbang di situ saja,” cibir layang-layang.

Kupu-kupu merunduk. Dibiarkan saja layang-layang bicara semaunya. Bunga melati heren melihat sikapnya.

“Kenapa kamu diam saja, tidak membalas perkataannya?” tanya bunga meleti penasaran.

“Aku ini tahu diri. Aku memang mempunyai kekurangan dan keterbatasan. Aku tidak mampu terbang tinggi seperti layang-layang atau elang. Tapi, aku tidak mau menyesalinya. Aku terima keadaanku,” jawab kupu-kupu.

Melati terharu mendengarnya, sedangkan layang-layang makin berada di atas angin.

“Dengan, hei, dengar, kupu-kupu tolol. Aku raja angkasa, paling hebat sedunia. Aku bisa mencapai langit, mencubit mega, mencium rembulan dan menonjok matahari, sedangkan kamu tidak bisa apa-apa!” Kata layang-layang makin angkuh.

Makin lama, kupu-kukup tak tahan lagi.

“Kamu memang hebat, bisa terbang tinggi jauh ke angkasa. Tapi, kamu makin lupa. Berkat bantuan seutas benanglah kamu bisa berada di udara. Kamu tidak punya nyawa, cuma sebuah benda mati buatan manusia, sedangkan aku makhluk hidup ciptaan Tuhan.”

Layang-layang tambah marah. Tampangnya seram menakutkan. Sepertinya, dia siap menerjang kupu-kupu.

Melati dan bunga-bunga yang lain gemetar ketakutan. Semua khawatir pada kupu-kupu.

Nyatanya, kekhawatiran mereka jadi kenyataan. Layang-layang menukik kearah kupu-kupu. Tampangnya seperti vampire yang siap menghisap darah korbannya. Makin lama makin dekat.

Melihat itu, kupu-kupu segera menyelematkan diri. Dia keluar dari taman, mencari pohon besar yang rindang untuk bersembunyi. Namun, pohon besar yang dicari itu tidak ditemukan. Layang-layang berada beberapa meter dibelakangnya.

Kupu-kupu kelelahan. Terbangnya oleng. Ia tak kuat lagi meneruskan terbangnya.

Layang-layang memang tak punya rasa iba. Sebentar lagi ia menerkam kupu-kupu. Tampaknya kupu-kupu pun sudah pasrah. Ia diam menunggu ajal menjemput.

Tiba-tiba, angin kencang datang dan menerpa layang-layang. Ia terpental jauh. Benangnya putus. Layang-layang melambung tinggi, terobang-ombing di udara. Ia menjerit-jerit minta tolong.

Namun, dalam sekejab, suaranya lenyap. Dan, ia tidak kelihatan lagi.

Malihat layang-layang lenyap, kupu-kupu bersedih. Ia berduka bersama melati, matahari, dan bunga-bunga yang lain. Seharusnya, mereka mensyukuri kepergian layang-layang. Tapi, kali ini tidak. Hati mereka yang bersih dan penuh kasih tak pernah membalas kejahatan dengan kejahatan.■