INDEPENDENSI MAHASISWA DALAM MENGAWAL KINERJA PEMERINTAH

Oleh : Zaldy Munir

Pendahuluan

PEMERINTAHAN SBY dan JK dalam mengelola negeri ini, banyak tanggapan dalam berbagai perspektif dilontarkan oleh berbagai kalangan dalam mengevaluasi kinerja kabinet SBY-JK ini. Ada yang pesimis, dengan argumen utamanya bahwa pemrintahan SBY–JK tidak aspiratif dalam setiap kebijakan yang diambil, atau bisa dikatakan kebijakannya hanya mengedepankan kepentingan elit atau golongan tertentu saja. Sehingga pemerintah yang seharusnya mengedepankan kepentingan rakyat, dinilai bukan lagi milik rakyat indonesia, tetapi milik sekelompok tertentu saja. Sedikit sekali yang menganggap pemerintahan SBY-JK saat ini dengan optimistis. Dan jika dikatakan, penilaian ini muncul dari orang-orang pemerintah saja, dan itu wajar.

Demikian alotnya penilaian–penilaian terhadap kinerja pemerintahan SBY-JK, dan ini merupakan salah satu ciri khas negara demokratis, yaitu dengan munculnya evaluasi-evaluasi yang berasal dari segenap elemen bangsa. Mulai dari pejabat pemerintahan, pejabat daerah, mahasisiwa, hingga masyarakat awam sekalipun bisa dengan mudah menyampaikan penilaian mereka secara bebas dan bertanggung jawab. Bahkan, dinamika seperti ini bisa menjadi presiden baik bagi berkembangnya autostudy bagi seluruh lapisan bangsa dalam hal pembelajaran politik negeri sendiri. Apalagi jika kemerdekaan berpendapat tersebut dibarengi dengan semangat kebersamaan dari berbagai elemen bangsa untuk kemajuan bangsa yang dicintai ini.

Bagi pemerintah, harus bisa menangkap isyarat politik ini dengan renspon yang aspiratif, progresif dan tentu saja demokratis pula. Salah satu bentuknya adalah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang selalu mencerminkan moralitas kepemimpinan yang menjunjung tinggi akuntabilitas dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya.

Mahasiswa, dalam perannya, merupakan salah satu bagian dari elemen rakyat yang tentu saja akan merasakan juga setiap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Apalagi posisi mereka selalu bersentuhan dengan dinamika kehidupan sosial di sekitarnya. Sehingga segala rintihan yang terlontar dari mulut rakyat pada semua tingkatan dapat langsung mereka dengar, bahkan bisa jadi mahasiswa merupakan bagian dari realitas ini. Fakta-fakta tersebut merupakan salah satu sebab mahasiswa selalu  menjadi garda terdepan dalam penyampaian aspirasi rakyat terhadap wakil-wakilnya yang duduk dikursi pemerintahan. Mereka selama ini dinilai merupakan tempat curhat rakyat yang telah dimarginalkan oleh pemimpinnya.

Salah satu contoh, misalnya, ketika lengsernya rezim Soeharto pada tahun 1998 yang merupakan salah satu bentuk “romantisme” politk antara rakyat dan mahasiswa yang telah menorehkan lembaran sejarah yang tak akan mudah dilupakan oleh seluruh rakyat.

Maksimalisasi Potensi

Sebagai salah satu bentuk tingginya rasa nasionalisme rakyat Indonesia, kaum muda di negeri ini sudah mencanangkan tekad akan konsep NKRI yang merdeka dari intervensi atau penjajahan dari bangsa maupun paham-paham yang invisioner dengan tujuan negara sejak tahun 1908. Argumen tersebut didasarkan pada upaya mempertinggi derajat Indonesia, dan sekaligus mempertinggi derajat Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.

Dalam Independensinya, mahasiswa dalam hal ini sudah menunjukkan diri sebagai salah satu potensi yang dapat diandalkan karena memiliki semangat dan daya kritis intelektual yang bisa dijadikan modal social control dalam realitas kehidupan sosial. Namun, sinergisitasnya dengan kepentingan umat di tengah penetrasi kepentingan yang tidak sesuai dengan kepentingan hakiki umat, perlu dirumuskan secara matang dan cerdas, agar tujuan transenden Mahasiswa betul-betul bisa terimplementasi dalam segala bidang.

Distribusi kualitas dan kuantitas pemuda dalam segala aspek kehidupan sosial-khusunya di Indonesia-bisa diklasifikasikan dengan di dalam sistem atau di luar sistem. Namun tetap pada intinya adalah dalam rangka funsinya sebagai social control. ***